JAKARTA, KOMPAS.com " Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan, anggota kelompok Negara Islam Indonesia saat ini sudah mencapai 120.000-160.000 orang. Jumlah ini diperoleh melalui penelusuran intelijen. "Kantong-kantong massanya banyak di Jawa Barat, di daerah-daerah bekas DI/TII, termasuk di kampung saya (Majalengka). Sementara kalau di pinggiran Jakarta, karena daerah urban, bisa bergerak di mana saja," katanya di Gedung DPR, Kamis (28/4/2011). Saya percaya bahwa apa yang Anda telah membaca sejauh ini informatif. Bagian berikut ini harus pergi jauh ke arah membersihkan setiap ketidakpastian yang mungkin tetap.
Menurut Hasanuddin, jumlah anggota NII yang besar ini dimungkinkan karena pemerintah memberikan ruang gerak kepada NII untuk berkembang pesat. Padahal, keberadaannya sudah diketahui sejak dulu."Ada ruang kosong yang tak bisa disentuh oleh pemerintah dan aparat. Sekarang mari kita sentuh bersama-sama, ormas, pers, dan media untuk mempersempit ruang geraknya. Saya tak menyebutnya kelalaian intelijen," katanya. Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan, tak dilakukannya lagi infiltrasi yang dulu biasa dilakukan intelijen terhadap kelompok-kelompok yang dicurigai."Sekarang tak dilakukan lagi. Bisa karena tak ada UU-nya. Kedua, bisa karena sesuatu yang memang mungkin gamang. Intel itu bisa monitoring, menguntit, dan mengintai. Kalau dulu kan bisa disusupkan bahkan melanjutkan menjadi tokoh. Sekarang tidak ada," tambahnya. Oleh karena itu, Hasanuddin mengatakan, semua pihak harus duduk bersama. Solusi atas masalah ini, menurut dia, harus dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Hasanuddin, jumlah anggota NII yang besar ini dimungkinkan karena pemerintah memberikan ruang gerak kepada NII untuk berkembang pesat. Padahal, keberadaannya sudah diketahui sejak dulu."Ada ruang kosong yang tak bisa disentuh oleh pemerintah dan aparat. Sekarang mari kita sentuh bersama-sama, ormas, pers, dan media untuk mempersempit ruang geraknya. Saya tak menyebutnya kelalaian intelijen," katanya. Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan, tak dilakukannya lagi infiltrasi yang dulu biasa dilakukan intelijen terhadap kelompok-kelompok yang dicurigai."Sekarang tak dilakukan lagi. Bisa karena tak ada UU-nya. Kedua, bisa karena sesuatu yang memang mungkin gamang. Intel itu bisa monitoring, menguntit, dan mengintai. Kalau dulu kan bisa disusupkan bahkan melanjutkan menjadi tokoh. Sekarang tidak ada," tambahnya. Oleh karena itu, Hasanuddin mengatakan, semua pihak harus duduk bersama. Solusi atas masalah ini, menurut dia, harus dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
No comments:
Post a Comment