JAKARTA, KOMPAS.com - Polri telah menetapkan salah satu pengikut Ahmadiyah Deden Sudjana sebagai salah satu tersangka peristiwa penyerangan di Cikeusik. Polri menuduh Deden sebagai salah satu provokator terjadinya ˜bentrok. Dalam siaran persnya yang dikirim ke berbagai media massa hari Jumat (4/3/11), Ketua Setara Institute Hendardi menegaskan, penetapan status tersangka atas Deden, selain merupakan bentuk reviktimisasi terhadap korban, juga menegaskan ketidakjelasan kerangka pikir Polri dalam menangani kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah. œKeliru kalau Mabes Polri menganggap kasus Ahmadiyah Cikeusik sebagai bentrokan. Secara nyata peristiwa itu merupakan penyerangan, karena massa didatangkan dari berbagai lokasi dan memasuki secara paksa pekarangan dan rumah anggota JAI. Penyerang kemudian merusak rumah dan melakukan pembantaian," demikian siaran pers Setara Institute. The best time to learn about mobil keluarga ideal terbaik indonesia is before you're in the thick of things. Wise readers will keep reading to earn some valuable mobil keluarga ideal terbaik indonesia experience while it's still free.
Menurut Hendardi, cara pikir Polri adalah menyesatkan dan mengaburkan persoalan penyerangan Ahmadiyah yang nyata-nyata bukanlah bentrokan. Logika ˜bentrok yang digunakan oleh Polri merupakan bentuk simplifikasi penanganan kasus ini. Dan hampir dipastikan, jerat hukum terhadap pelaku bentrok akan sangat berbeda dengan jerat hukum bagi para pembantai dan penyerangan terencana. Pada 3 Maret 2011, warga di Cililin Bandung membongkar makan pengikut Ahmadiyah yang dikubur di TPU Cililin, karena mayat yang di dalam kubur ini merupakan pengikut Ahmadiyah. Mayat kemudian diangkat dan diletakkan di tanah milik JAI. Pada 4 Maret 2011, Gubernur Jawa Barat mengumumkan secara resmi Peraturan Gubernur No. 12/2011 tentang Larangan Aktivitas JAI di Jawa Barat. Keluarnya Peraturan ini menambah panjang daftar pelarangan Ahmadiyah di berbagai tempat. Penyebaran kebencian, diskriminasi, pengucilan, pemangkasan akses pada kehidupan publik, dan pembatasan hak untuk bebas beragama atau berkeyakinan dan pelembagaan diskriminasi melalui peraturan-peraturan daerah telah memenuhi prakondisi menuju genosida (penghancuran massal). œSeluruh kondisi yang menimpa jemaat Ahmadiyah saat ini adalah satu langkah menuju genosida. Semua unsur yang ada dalam Statuta Roma atau Deklarasi UNESCO tentang intoleransi telah terpenuhi. Satu langkah lagi menuju genosida. Presiden SBY tidak bisa membiarkan ini. Dunia internasional harus memberi perhatian serius pada gejala genosida terhadap Ahmadiyah," tandas Hendardi. (*)
Menurut Hendardi, cara pikir Polri adalah menyesatkan dan mengaburkan persoalan penyerangan Ahmadiyah yang nyata-nyata bukanlah bentrokan. Logika ˜bentrok yang digunakan oleh Polri merupakan bentuk simplifikasi penanganan kasus ini. Dan hampir dipastikan, jerat hukum terhadap pelaku bentrok akan sangat berbeda dengan jerat hukum bagi para pembantai dan penyerangan terencana. Pada 3 Maret 2011, warga di Cililin Bandung membongkar makan pengikut Ahmadiyah yang dikubur di TPU Cililin, karena mayat yang di dalam kubur ini merupakan pengikut Ahmadiyah. Mayat kemudian diangkat dan diletakkan di tanah milik JAI. Pada 4 Maret 2011, Gubernur Jawa Barat mengumumkan secara resmi Peraturan Gubernur No. 12/2011 tentang Larangan Aktivitas JAI di Jawa Barat. Keluarnya Peraturan ini menambah panjang daftar pelarangan Ahmadiyah di berbagai tempat. Penyebaran kebencian, diskriminasi, pengucilan, pemangkasan akses pada kehidupan publik, dan pembatasan hak untuk bebas beragama atau berkeyakinan dan pelembagaan diskriminasi melalui peraturan-peraturan daerah telah memenuhi prakondisi menuju genosida (penghancuran massal). œSeluruh kondisi yang menimpa jemaat Ahmadiyah saat ini adalah satu langkah menuju genosida. Semua unsur yang ada dalam Statuta Roma atau Deklarasi UNESCO tentang intoleransi telah terpenuhi. Satu langkah lagi menuju genosida. Presiden SBY tidak bisa membiarkan ini. Dunia internasional harus memberi perhatian serius pada gejala genosida terhadap Ahmadiyah," tandas Hendardi. (*)
No comments:
Post a Comment