JAKARTA, KOMPAS.com " Para pimpinan Polri dinilai tidak memiliki komitmen penuh untuk mengusut tuntas mafia kasus Gayus Halomoan Tambunan di tubuh Polri. Penilaian itu jika melihat vonis untuk Brigjen (Pol) Edmond Ilyas dalam sidang kode etik dan profesi Polri. "Seolah-olah Polri tidak fair dalam menerapkan hukuman terhadap anggotanya. Yang kena (jeratan pidana) hanya yang (pangkat) rendah-rendah saja. Kepercayaan masyarakat akan sulit dipulihkan dengan keputusan itu," ujar Bambang Widodo Umar, pengamat kepolisian, ketika dihubungi, Selasa (1/3/2011). Bambang dimintai tanggapan terkait hasil sidang kode etik dan profesi yang menilai Edmond hanya terbukti tidak mengontrol bawahan selama penanganan kasus Gayus di Bareskrim Polri tahun 2009. Bambang mengatakan, jika para pimpinan, seperti Kepala Polri, Wakil Kepala Polri, ataupun Kepala Bareskrim Polri memiliki komitmen penuh untuk mengusut tuntas kasus Gayus, Polri tak akan kesulitan untuk mencari alat bukti keterlibatan atasan. Now that we've covered those aspects of mobil keluarga ideal terbaik indonesia, let's turn to some of the other factors that need to be considered.
"Kalau kita bandingkan dengan betapa rumitnya untuk membongkar terorisme, tidak terlalu rumit dalam membongkar kasus Gayus ini. Tentunya ada kendala-kendala seperti rasa kesetiakawanan. Kemudian karena ini atasan, petinggi, dengan pemikiran jangan sampai jatuh namanya," ujar Bambang. "Pimpinan punya wewenang, 'udah buka saja'. Saya pikir tidak terlalu sulit. Tapi kalau wewenangnya, 'yang bawah aja' (dijerat) akan sulit. Sekarang (komitmen) masih setengah-setengah," katanya. Menurut Bambang, tidak mungkin langkah yang dilakukan dua penyidik, yakni Kompol Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini, selama menyidik kasus Gayus tidak diketahui atasan, termasuk Edmond selaku Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Pasalnya, selalu ada gelar perkara yang diikuti atasan dalam setiap penyidikan. "Gayus kan bagi-bagi uang. Di lingkungan Polri, uang yang dibagikan Gayus itu kayaknya enggak mungkin diterima Arafat sendiri. Kemungkinan atasan tahu itu. Dengan gelar perkara, saya menduga atasan tahu tindakan tak menahan Gayus. Tidak mungkin Arafat sendirian," kata Bambang. Seperti diketahui, hingga saat ini hanya Arafat dan Sri Sumartini yang dijerat pidana terkait menerima suap dari Gayus. Keduanya direkomendasikan Komisi Kode Etik dan Profesi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Adapun para penyidik lain hanya dikenai pelanggaran kode etik dengan hukuman dipindahkan dari bagian reserse serta meminta maaf kepada institusi Polri.
"Kalau kita bandingkan dengan betapa rumitnya untuk membongkar terorisme, tidak terlalu rumit dalam membongkar kasus Gayus ini. Tentunya ada kendala-kendala seperti rasa kesetiakawanan. Kemudian karena ini atasan, petinggi, dengan pemikiran jangan sampai jatuh namanya," ujar Bambang. "Pimpinan punya wewenang, 'udah buka saja'. Saya pikir tidak terlalu sulit. Tapi kalau wewenangnya, 'yang bawah aja' (dijerat) akan sulit. Sekarang (komitmen) masih setengah-setengah," katanya. Menurut Bambang, tidak mungkin langkah yang dilakukan dua penyidik, yakni Kompol Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini, selama menyidik kasus Gayus tidak diketahui atasan, termasuk Edmond selaku Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Pasalnya, selalu ada gelar perkara yang diikuti atasan dalam setiap penyidikan. "Gayus kan bagi-bagi uang. Di lingkungan Polri, uang yang dibagikan Gayus itu kayaknya enggak mungkin diterima Arafat sendiri. Kemungkinan atasan tahu itu. Dengan gelar perkara, saya menduga atasan tahu tindakan tak menahan Gayus. Tidak mungkin Arafat sendirian," kata Bambang. Seperti diketahui, hingga saat ini hanya Arafat dan Sri Sumartini yang dijerat pidana terkait menerima suap dari Gayus. Keduanya direkomendasikan Komisi Kode Etik dan Profesi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Adapun para penyidik lain hanya dikenai pelanggaran kode etik dengan hukuman dipindahkan dari bagian reserse serta meminta maaf kepada institusi Polri.
No comments:
Post a Comment