Tuesday, June 21, 2011

Staf MK Merasa Dibayangi

Jika Anda sungguh-sungguh tertarik untuk mengetahui tentang
, Anda harus berpikir melampaui dasar-dasar. Artikel informatif mengambil melihat lebih dekat hal yang perlu Anda ketahui tentang
.
JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu staf Mahkamah Konstitusi (MK), Matsuri Hasan, merasa terus dibayang-bayangi oleh Dewi Yasin Limpo.

Dewi melalui Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, dan putrinya, Nesya, beberapa kali meminta agar Matsuri Hasan mengubah isi surat putusan MK terkait statusnya sebagai Caleg Dapil Sulawesi Selatan I. Ia meminta Matsuri Hasan memberi redaksional "penambahan suara", pada surat putusan itu.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Janedjri M Gaffar, pada rapat Panja Mafia Pemilu di Gedung DPR RI, Selasa (21/6/2011). Janedjri menceritakan kejadian beberapa tahun lalu, sekitar saat kasus dugaan pemalsuan data hasil pemilu legislatif terjadi.

Bahkan, lanjut Janedjri, Dewi diduga membuntuti Matsuri Hasan saat mengantar surat asli MK ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)."Hasan merasa dibayang-bayangi oleh Dewi Yasin Limpo. Ia takut Dewi Yasin Limpo meminta surat itu (surat asli) dibaca. Padahal, dalam surat tersebut tidak ada kata penambahan (seperti yang diminta Dewi Yasin Limpo). Sebenarnya Hasan tidak mau antar surat itu ke KPU, karena isi surat tak sesuai dengan yang diminta (oleh Dewi Yasin dan Arsyad Sanusi).

"Tetapi Panitera MK memerintahkan Matsuri Hasan dan Nalom Kurniawan, tetap mengantarkan surat asli itu ke Andi Nurpati," ujarnya.

Menurut pengakuan Matsuri Hasan dan Nalom Kurniawan kepada Tim Investigasi MK,lanjut Janedjri, selama perjalanan terus ditelpon dan di-SMS tetapi tidak meresponnya.

Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.

Saat tiba di KPU, kantor itu sepi. Matsuri Hasan dan Nalom diberi tahu panitera MK, Zainal Husein, untuk menemui Andi Nurpati di Gedung Jak TV. Namun saat akan berangkat, mereka didatangi Dewi Yasin Limpo bersama seseorang bernama Bambang.

"Dewi Yasin Limpo dan Bambang meminta agar dapat melihat surat panitera MK. Tetapi Nalom keberatan memperlihatkan surat itu. Kemudian Dewi Yasin Limpo menelepon seseorang, kemunkinan Pak Arsyad atau keluarganya. Bahasa yang digunakan bahasa daerah," lanjut Janedjri. Belakangan diketahui, orang yang ditelepon Dewi Yasin Limpo adalah Nesya, putri Arsyad.

Berdalih ayahnya, Arsyad, yang menyuruh agar surat itu harus diberikan pada Dewi, akhirnya Nalom dan Matsuri Hasan bersedia memberikan.

"Handphone Dewi Yasin Limpo diberikan pada Nalom, ketika sudah terhubung ternyata yang berbicara adalah Nesya, putri Arsyad. Dalam percakapannya. Nesya minta agar Dewibisa membaca surat itu. Akhirnya surat itu diserahkan kepada Dewi Yasin Limpo, karena menurut Nesya itu atas perintah Pak Arsyad," tambahnya.

Dewi Yasin Limpo saat itu juga mengatakan bahwa ia akan mengkopi surat itu. Mereka kemudian bersama-sama kembali ke MK, di lantai 11 untuk membuat salinan.

"Kemudian kedua belah pihak pergi  gedung MK dengan dua mobil yang terpisah. Matsuri Hasan dan Bambang ke lantai 11 untuk memfotokopi surat itu. Hasilnya lalu diserahkan kepada Bambang. Sementara, Nalom dan Dewi Yasin menunggu di basement. Dewi sempat menghampiri Nalom dan masuk ke dalam mobil Nalom. Ia mengutarakan bahwa ia telah berjuang selama tiga tahun untuk menjadi anggota legisltatif," kata Janedjri.

Setelah itu, Hasan dan Nalom mengantar surat asli kepada Andi Nurpati di Kantor Jak TV.

Janedjri tidak menjelaskan lagi, apa yang dilakukan Dewi Yasin Limpo dan Bambang setelah mendapat salinan surat putusan MK yang asli.

Luangkan waktu untuk mempertimbangkan poin-poin di atas. Apa yang Anda pelajari dapat membantu Anda mengatasi keraguan Anda untuk mengambil tindakan.

No comments:

Post a Comment